Jumat, 11 Januari 2008

Sembilan Sembilan hingga Kosong Delapan

Sembilan Sembilan hingga Kosong Delapan

Akal mungkin tak banyak berubah. Tetapi aku percaya ia berevolusi. Tema dua puluh laguku di September 1999 akhirnya mengalami penambahan pada satu lagu terbaru di September 2007, delapan tahun kemudian.
Tak pernah kukira, suatu saat aku sangat mengagumi gajah. Ingatannya; kesetiaannya; pendengarannya; nyalinya. Tetapi sungguh, di depan akal yang bicara nurani, gajah menjadi tak istimewa. Rasa ingin melihat orang-orang terkasih tertawa (bahkan kalau bisa 400 kali sehari seperti masa kanak) membuat kita selayaknya berjuang; berusaha sekuat tenaga agar mampu mengalahkan gajah. Maka kukomposisi lirik dan nada untuk membuat lagu berjudul “gajah pun kalah”; seperti telah kuposting tempo hari.
Kau adalah apa yang kau tulis. Sekali pena digoreskan, ia harus disebarkan.
Maka aku pun menggali tulisan-tulisan lama di lubang-lubang yang selama ini tersiakan dan tak pernah terpublikasikan. Sayang, hanya sedikit tersisa dari ratusan pamflet yang pernah kutulis. Tentu aku menyesal mencampakkan tiga buku antologi puisiku (serta satu antologi cerpen) karena aku mungkin tak akan pernah lagi menemukannya.
Selanjutnya, inilah pamflet tersisa itu. Silahkan membaca; mengupas; dan memakinya.

Tabik
Didik L. Pambudi




Sajak tentang Istri yang Setia

seorang istri yang setia
adalah perempuan terdungu di jagat raya
bagaimana dia bisa percaya
pada legenda sinta yang suci di tengah kaum durjana
bagaimana dia bisa maklumi
keserakahan lelaki pada birahi

seorang istri yang setia
adalah potret ibu dengan berlusin putra
bagaimana dia tulus mengabdi
menjadi budak suami demi darah dagingnya
bagaimana dia bisa begitu gaib
bagai sawah subur di musim kemarau

seorang istri yang setia
adalah lukisan mengerikan di muka bumi
bagaimana dia begitu teguh
memegang berjuta adat tata krama
bagaimana dia bisa patuhi semua dogma
padahal keyakinan itu mencincangnya

seorang istri yang setia
tanpa kesetiaan pada langit jiwanya
seorang istri yang setia
tanpa keyakinan pada nuraninya
adalah seorang istri yang mahabahaya
September, 1999
_______________________________

Sajak Korban Perkosaan

bulan di langit mencerahkan malam, kata kalian
bulan di langit tak bisa membuatku berlindung pada gelap

dengarlah tangisku
setelah sekian lama kupelihara kesucianku
tahukah kalian?
bahkan pada kekasihku mahkota itu tak sudi kuberi
dengarlah rintihanku
rintih berpanjangan saat hari-hari selanjutnya cuma kelam

bagaimana kalian bisa begitu tolol
mencumbui seorang makhluk yang menolak cumbu
bagaimana birahi kalian galak bergolak
padahal bahkan nuraniku muntah berak

: seharusnya tak mungkin kau rasakan kenikmatan
karena tak ada senyum yang bisa kuberikan
takkan mungkin kau bisa terpuaskan
sebab jiwaku melaknat benihmu
takkan mungkin kau resap kebahagiaan
karena kutukku mengikuti langkahmu

bulan di langit mencerahkan malam, kata kalian
bulan di langit tabraklah bumi, doaku

Semarang, September 1999

_________________________________

Sajak Cinta Seorang Senja

tak mungkin kedamaian itu kutepiskan
aku mencintai bukan karena rupa dan lenggangmu
jiwa yang bisa menyejukkan kemarau
jiwa yang bisa meredakan amarah
jiwa yang bisa menyabarkan ambisi
tak mungkin kedamaian itu kulupakan

tak mungkin kedamaian itu kuhapuskan
aku membutuhkan bukan karena pelayanan dan pengertianmu
hati yang tenang tanpa pergolakan
hati yang bersih tanpa keserakahan
hati yang bening tanpa kekelaman
tak mungkin kebahagiaan itu kusingkirkan

tak mungkin kau kutinggalkan
bahkan doaku
maut merangkul kita bersamaan

September, 1999